Latar Belakang Masalah
Dalam proses kedewasaannya di Indonesia, pers atau media massa lahir melalui beberapa tahap perkembangan. Sebelum berkembang menjadi aktor yang mendukung proses demokrasi di Indonesia pada masa pemerintahan yang sedang berjalan sekarang pers mengalami banyak pengalaman, masalah serta hal-hal yang membendungnya akan kebebasan sebagai media massa.
Pers merupakan media komunikas antar aktor dalam pembangunan demokrasi dan merupakan sarana yang dapat digunakan sebagai penyampaian informasi yang konkrit dari pemerintah kepada masyarakat maupun dari masyarakat ke pemerintah secara dua arah. Dengan adanya komunikasi dua arah ini sangat diharapkan proses penyaluran pengetahuan, pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi dapat terlaksana. Pers sebagai lembaga sosial merupakan wadah bagi proses imput dalam sistem politik. Pers sangat diharapkan untuk bersifat terbuka agar kritik dan saran yang ditujukan ke sasaran manapun dapat berjalan secara baik dan benar dan pastinya berkaitan dengan proses input.
Agar pers dapat menjalankan peranannya, terutama dalam menunjang proses demokratisasi maka diperlukan adanya kebebasan pers dalam menjalankan tugas serta fungsinya secara professional. Maka dari itu tidak dibenarkan apabila pers dikendalikan oleh Negara karena akan menimbulkan terhambatnya cara untuk memberitakan penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat Negara serta berbagai masalah lainnya yang berkaitan dengan aktor-aktor pemerintahan.
Bagi pemerintahan Diktator seperti pada zaman Orde Baru Soeharto, kebenaran merupakan hal yang mutlak berbahaya, karena kebenaran dapat membuka fakta bahwa adanya manipulasi dan tindakan-tindakan kotor lainnya dalam pemerintahan. Foto-foto jurnalisme serta data dokumenter yang kemudian disusun menjadi sebuah berita memiliki daya yang sangat kuat. Misi pers dalam menjadi demokratis dan memberikan kebenaran akan sebuah fakta akan sangat sulit untuk dilaksanakan apabila adanya keterkekangan yang diberikan oleh pemerintah dan batasan-batasan di luar hal umum yang menyelubungi pers.
Banyak pers yang khawatir bahwa keberadaannya akan terancam di saat mereka tidak mengikuti sistem yang berlaku. Oleh karena itu guna mempertahankan keberadaannya, pers tidak jarang memilih jalan tengah. Cara inilah yang sering mendorong pers itu terpaksa harus bersikap mendua terhadap suatu masalah yang berkaitan dengan kekuasaan. Dalam kaitan ini pulalah banyak pers di negara berkembang yang pada umumnya termasuk di Indonesia lebih suka mengutamakan konsep stabilitas politik nasional sebagai acuan untuk kelangsungan hidup pers itu sendiri
Rezim Orde Baru membawa suatu kondisi dimana Pemerintahan memprioritaskan trilogy pembangunannya yakni stabilitas, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan sebagai kata kunci yang saling berkait erat serta sebagai bagian doktrin Negara. Karena pembaruan dititik beratkan pada pembangunan nasional, maka sektor demokrasi akhirnya terlantarkan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan oleh karena sepeninggalan orde lama tidak satupun kekuatan non negara yang bisa dijadikan acuan dan preferensi, serta seluruh yang tersisa mengidap kerentanan fungsi termasuk yang melanda pers nasional. Deskripsi-deskripsi yang sering kali ditulis oleh para pemerhati pers menyatakan bahwa kehidupan pers diawal-awal orde baru adalah sarat dengan muatan berbagai kepentingan, ketiadaan pers yang bebas, kehidupan pers yang ditekan dari segala penjuru untuk dikuasai negara, wartawan bisa dibeli serta pers yang bisa dibredel sewaktu-waktu.
Meskipun pers bukanlah pelopor gerakan revolusi itu, sulit dibayangkan bahwa gerakan revolusi yang dipelopori mahasiswa itu akan terus bergulir tanpa pemberitaan dan dukungan gencar media di Indonesia seperti pers. Kekuasaan presiden Soeharto yang mendekati absolut menyebabkan faktor pemersatu diluar pemerintah bahkan menjadi semakin besar. Kondisi ini dipicu semakin keras oleh peranan pers yang menyiarkan pemberitaan yang semakin kritis terhadap pemerintah maupun penyajian opini publik mengenai kesalahan serta kelemahan kebijakan publik.
RUMUSAN MASALAH
Pertumbuhan dan perkembangan dalam segala aspek kehidupan yang semakin pesat mendorong meningkatnya kebutuhan akan informasi yang secara tidak langsung mendorong peningkatan pertumbuhan media massa. Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak hanya terbatas pada hal bisnis dan ekonomi bahkan lebih jauh kebutuhan informasi tentang kebijakan pemerintah dan informasi tentang perkembangan politik yang terjadi serta tentang perilaku aparat pemerintahan.
Kebutuhan masyarakat akan informasi tentang kebijakan pemerintah dan situasi politik serta tentang perilaku pemerintah tersebut secara tidak langsung akan menjadi kontrol politik bagi pemerintah, yang pada akhirnya akan menunjang proses demokratisasi. Upaya penyajian informasi yang dilakukan oleh pihak pers tidak pernah lepas dari hambatan ataupun kendala mengingat sebuah fakta dan berita tentang kebobrokan pemerintah merupakan suatu bumerang yang berbahaya bagi rezim pemerintahan yang berkuasa dan dapat menggerogoti kekuasaan rezim.
Pers dalam rangka komunikasi politik dikaitkan dengan kebebasan pers, independensi pers terhadap kontrol yang berasal dari luar dan integrasi pers pada misi yang diembannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peranan pers ketika rezim Orde Baru :
Faktor-faktor yang mempengaruhi peranan pers ketika rezim Orde Baru :
· Tempat hidup dan berkembangnya media tersebut. Karena dalam masyarakat peranan itu bukan hanya abstrak tetapi harus nyata.
· Komitmen pada kepentingan bersama yang harus sanggup mengatasi komitmen akan kepentingan dan pertimbangan kelompok bukan dalam suatu hubungan yang bertentangan.
· Visi dan Kebijakan Editorial, yang akan membedakan media cetak yang satu dengan media cetak yang lain dan juga menjadi pedoman serta kriteria dalam proses seleksi kejadian-kejadian dan permasalahan untuk diliput dan dijadikan pemberitaan. (Jacob Oetama, 2001 : 433).
Tak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan bernegara. Sesuai Prinsip Hukum dan Demokrasi, bahwa perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menegakkan hukum perlu ada keterbukaan dan pelibatan peran serta masyarakat. Untuk itu, kebebasan pers, hak wartawan dalam menjalankan fungsi mencari dan menyebarkan informasi harus dipenuhi, dihormati, dan dilindungi. Hal ini sesuai dengan UUD 45 Pasal 28 tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat.
Suatu pencerahan datang kepada kebebasan pers, setelah runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu rakyat menginginkan adanya reformasi pada segala bidang baik ekonomi, sosial, budaya yang pada masa orde baru terbelenggu. Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.
Peran inilah yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia. Setidaknya, antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan opini publik yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilan tersebut.
Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media baru cetak dan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia.
Pembicaraan tentang pers, biasanya terkait dengan tugas jurnalis, pemburu berita atau wartawan. Dunia pers nasional juga bertumbuh semakin meluas sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi (iptek) dan dukungan sumber daya jurnalis yang semakin berkompeten. Pertumbuhan teknologi informasi saat ini sangat mempengaruhi, bagaimana peranan utama pers nasional dengan dukungan berbagai sumber daya material yang telah memadai. Sehingga peranan pers nasional pada era reformasi, semakin terbuka lebar dalam menyebarkan informasi dan edukasi kepada masyarakat.
1. PERS SEBAGAI AJANG PEMBELAJARAN KELOMPOK MASSA
· Pers nasional bisa menjadi ajang edukasi (pembelajaran), bagi segenap masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Insan pers nasional berperanan besar memberikan pendidikan etika atau moral, dengan menyuguhkan berita, informasi, atau hiburan yang bersifat mendidik dan mengasah kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual seluruh komponen masyarakat.
2. PERS SELAKU MEDIA KOREKSI KEBIJAKAN PUBLIK
· Sebagai bagian dari media massa, baik cetak ataupun elektronika, pers nasional mempunyai posisi strategis dalam melakukan koreksi terhadap kebijakan publik yang telah dicanangkan agar berlangsung secara efektif dan efisien. Sikap profesional insan pers nasional juga diperlukan untuk mendukung kebijakan yang telah diprogramkan dengan baik bagi kepentingan publik.
3. PERS MENJADI WAHANA KONTROL PROBLEMA SOSIAL
· Sikap independensi pers nasional mendapat ujian berat ketika harus menayangkan berbagai problema sosial yang muncul ditengah masyarakat yang majemuk. Melalui komitmen kerja yang konsisten, setiap insan pers dapat berperanan dalam memberikan kontrol sosial yang berimbang dan obyektif, menurut penyampaian sudut pandang yang holistik dan terpadu.
Dengan beberapa hal di atas menujukkan bahwa Pers sudah mengalami perkembangan yang signifikan dan telah menjadi suatu aspek yang sangat penting bagi berjalannya demokrasi, serta penghubung komunikasi antara penguasa dengan masyarakat, juga sebagai penghubung input kepentingan kepada pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar